Trump Minta Suku Bunga Turun, Sri Mulyani-BI Akan Buka Suara Hari Ini

- Pasar keuangan Indonesia ditutup beragam, IHSG melemah sementara rupiah menguat
- Wall Street melanjutkan rally
- Efisiensi belanja negara, kebijakan Trump, World Economic Forum, serta konferensi pers KSSK diproyeksi akan menggerakkan pasar keuangan Indonesia hari ini
Jakarta, CNBCÂ Indonesia - Pasar keuangan Indonesia ditutup beragam, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melemah sementara rupiah menguat dan Surat Berharga Negara (SBN) diburu investor.
Pasar keuangan Indonesia diharapkan kembali mencatat kinerja positif pada hari ini. Selengkapnya mengenai proyeksi dan sentimen pasar hari ini bisa dibaca pada halaman 3 artikel ini.
 Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terpaksa mundur ke zona merah pada akhir perdagangan kemarin, Kamis (23/1/2025), setelah sebelumnya sempat pulih hingga menembus level psikologis 7.300. IHSG ditutup melemah 0,34% ke posisi 7.232,64, dengan nilai transaksi mencapai Rp 13 triliun. Sebanyak 16 miliar saham berpindah tangan sebanyak 1,4 juta kali.
Secara sektoral, properti dan bahan baku menjadi penekan terbesar dengan masing-masing melemah 2,95% dan 1,06%. Saham PT Pantai Indah Kapuk Dua Tbk (PANI) menjadi kontributor utama pelemahan IHSG, menyumbang koreksi sebesar 14,3 indeks poin, diikuti PT Amman Mineral Internasional Tbk (AMMN), PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI), dan PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk (AMRT).
Koreksi IHSG terjadi setelah empat hari berturut-turut bergerak di zona hijau. Pelaku pasar tetap diminta waspada terhadap dinamika ekonomi global, meskipun kombinasi sentimen global dan domestik memberikan harapan untuk stabilitas pasar di 2025.
Inaugurasi Donald Trump sebagai Presiden AS dan penguatan sektor teknologi global memberikan angin segar, sementara kebijakan Devisa Hasil Ekspor (DHE) dalam negeri menjadi salah satu penopang. Revisi aturan DHE yang mulai berlaku 1 Maret 2025 mewajibkan eksportir menempatkan 100% devisa hasil ekspor di sistem keuangan domestik, dengan harapan meningkatkan pasokan dolar dan stabilitas nilai tukar rupiah.
Lain sisi, rupiah kembali menunjukkan taringnya pada perdagangan kemarin, Kamis (23/1/2025). Mata uang Garuda menguat tipis 0,03% dan ditutup pada level Rp 16.275/US$, setelah sebelumnya menyentuh angka Rp 16.250/US$.
Penguatan rupiah didorong sentimen domestik dan global. Dari sisi eksternal, pelantikan Donald Trump sebagai Presiden AS untuk kedua kalinya memberikan angin segar. Pasar merespons pendekatan kebijakan Trump yang lebih konservatif namun tetap populis terhadap perdagangan global. Indeks dolar AS (DXY) tercatat naik 0,1% ke level 108,06 pada pukul 15:00 WIB, tetapi masih dalam tekanan dibandingkan pekan lalu.
Sementara itu, kebijakan DHE menjadi katalis utama dari dalam negeri. Pemerintah mewajibkan seluruh devisa hasil ekspor untuk kembali masuk ke sistem keuangan domestik selama setahun penuh, mulai 1 Maret 2025. Langkah ini diharapkan memperkuat pasokan dolar di pasar domestik, menjaga stabilitas rupiah, dan mengurangi dampak tekanan eksternal.
Kombinasi kebijakan fiskal dan moneter yang solid memberikan optimisme bagi pergerakan rupiah ke depan. Dalam jangka pendek, penguatan ini menjadi vitamin bagi pasar, dengan potensi terus menopang stabilitas ekonomi Indonesia di tengah tantangan global.
Dari pasar obligasi, imbal hasil SBN melandai ke 7,07% pada perdagangan kemarin atau yang terendah sejak 6 Januari 2025. Melandainya imbal hasil menandai harganya yang sedang naik karena diburu investor.
Dari bursa Amerika Serikat, Wall Street kembali berpesta pora.
Indeks S&P 500 kembali mencetak rekor tertinggi pada perdagangan Kamis (24/1) setelah mantan Presiden Donald Trump menyerukan suku bunga yang lebih rendah dan harga minyak yang lebih murah dalam pidatonya di World Economic Forum.
Indeks pasar luas ini naik 0,53% dan mencapai level intraday tertinggi sepanjang masa untuk sesi kedua berturut-turut. S&P 500 menutup sesi di 6.118,71, melampaui rekor penutupan sebelumnya di 6.090,27 yang tercatat pada awal Desember.
Indeks Dow Jones Industrial Average juga melonjak 408,34 poin atau 0,92%, berakhir di 44.565,07. Sementara itu, Nasdaq Composite naik 0,22% menjadi 20.053,68. Ketiga indeks utama mencatat kemenangan dalam empat sesi berturut-turut.
Pernyataan Trump dalam pidato virtualnya di Davos menyatakan akan "menuntut suku bunga turun segera." Ia juga menambahkan rencananya untuk meminta Arab Saudi menurunkan harga minyak, yang menyebabkan harga minyak mentah turun. Pernyataan ini juga mendorong imbal hasil obligasi jangka pendek turun.
Pasar saham mendapatkan dorongan positif minggu ini dari ekspektasi pemotongan pajak dan deregulasi di bawah kepemimpinan Trump, serta tanda-tanda pertumbuhan ekonomi yang tetap kuat. Meskipun tarif perdagangan masih menjadi tantangan, investor merasa lega karena belum ada aksi formal terkait kebijakan tarif selama hari-hari awal Trump kembali di Gedung Putih.
"Trump memang tidak memiliki kontrol langsung atas suku bunga, tetapi pasar suka mendengar hal seperti itu," kata Larry Tentarelli, Kepala Strategi Teknis di Blue Chip Daily Trend Report. "Sejauh ini, pasar tampaknya menyukai kebijakan Trump, jadi kita lihat saja apakah ada tindak lanjutnya."
Musim laporan pendapatan kuartal keempat juga menunjukkan awal yang positif, dengan Netflix dan bank-bank besar memberikan laporan yang optimis. Namun, American Airlines mengecewakan investor dengan panduan yang lemah, menyebabkan sahamnya anjlok lebih dari 8% pada Kamis.
Sesi Kamis Ditutup Hijau Ketiga indeks utama mengakhiri sesi Kamis di zona hijau. Indeks S&P 500 melonjak 0,5% dan mencetak rekor penutupan tertinggi sepanjang masa. Dow Jones naik 0,9%, sementara Nasdaq Composite naik tipis 0,2%.
Â
S&P 500 Menuju Rekor Penutupan Setelah mencapai level intraday baru selama sesi Kamis, S&P 500 juga berada di jalur untuk menutup sesi pada rekor baru. Indeks ini diperdagangkan di sekitar level 6.100 pada pukul 15:30 waktu ET, melampaui penutupan rekornya sebelumnya di 6.090,27 pada 6 Desember lalu.
Valuasi AI Tidak Mengindikasikan Gelembung Meskipun sektor kecerdasan buatan (AI) mengalami lonjakan tajam yang menimbulkan kekhawatiran di Wall Street, William Blair menyatakan bahwa semua indikator menunjukkan pertumbuhan yang sehat.
"Valuasi Perusahaan Publik Tidak Dalam Zona Gelembung. Meskipun pengembalian ekuitas rata-rata sebesar 200% untuk enam perusahaan AI publik besar (AMZN, GOOG, META, MSFT, NVDA, dan AAPL) sejak Desember 2019, rasio P/E ke depan rata-rata sebesar 32x hanya naik 23% selama periode ini, yang jauh dari spekulatif. Sebaliknya, ini mencerminkan pertumbuhan nyata dalam kekuatan pendapatan," tulis analis yang dipimpin oleh Jason Ader dalam catatan Kamis.
Pasar keuangan hari ini diproyeksi sedikit volatile menjelang libur panjang pekan depan. Sejumlah sentimen dari dalam dan luar negeri diproyeksi akan menggerakkan pasar hari ini mulai dari event World Economic Forum, Rapat Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), efisiensi belanja pemerintah hingga kebijakan Trump.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berbalik arah ke zona merah pada akhir perdagangan Kamis (23/1/2025), setelah sempat bertahan di zona hijau dan menyentuh level psikologis 7.300. IHSG ditutup melemah 0,34% ke posisi 7.232,64, menandai koreksi setelah empat hari berturut-turut berada di zona hijau.
Kinerja IHSG tertekan oleh sektor properti dan bahan baku, dengan emiten seperti PT Pantai Indah Kapuk Dua Tbk (PANI) dan PT Amman Mineral Internasional Tbk (AMMN) menjadi penyumbang koreksi terbesar. Nilai transaksi mencapai Rp 13 triliun, dengan 16 miliar saham berpindah tangan dalam 1,4 juta transaksi.
Sementara itu, sentimen global yang sempat mendukung optimisme pasar mulai mereda. Rekor indeks S&P 500 dan Nasdaq di Amerika Serikat menunjukkan keyakinan terhadap sektor teknologi, terutama kecerdasan buatan atau AI. Namun, kebijakan ekonomi pemerintahan Donald Trump yang kini kembali menjabat memunculkan kekhawatiran baru. Pendekatan proteksionis dan revisi hubungan perdagangan global menjadi tantangan bagi pasar negara berkembang, termasuk Indonesia.
Seiring dengan koreksi IHSG, rupiah justru mencatat penguatan tipis sebesar 0,03% ke level Rp 16.275 per dolar AS pada perdagangan Kamis. Dukungan terhadap rupiah datang dari kebijakan Devisa Hasil Ekspor (DHE) yang mulai berlaku penuh pada Maret 2025. Kebijakan ini mewajibkan seluruh dolar hasil ekspor ditempatkan dalam sistem keuangan domestik, memberikan suplai valas yang lebih stabil dan memperkuat ketahanan rupiah terhadap gejolak eksternal.
Efisiensi Anggaran di Bawah Pemerintahan Prabowo, Arahkan Fokus pada Program Prioritas
Presiden Prabowo Subianto mengeluarkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1/2025 yang mengharuskan pemangkasan anggaran belanja sebesar Rp 306,69 triliun. Langkah ini bertujuan mengalihkan dana untuk mendukung program prioritas seperti Makan Bergizi Gratis (MBG) dalam kerangka Asta Cita.
Kebijakan ini dinilai memberikan ruang fiskal untuk memperkuat daya tahan ekonomi di tengah tantangan global. Meski begitu, pemotongan belanja seremonial, perjalanan dinas, dan kajian dinilai memengaruhi dinamika pelaksanaan program di daerah. Dengan pemangkasan tersebut, pemerintah juga memberikan arahan agar anggaran lebih selektif dialokasikan pada kegiatan yang produktif dan berdampak langsung bagi masyarakat.
Kombinasi kebijakan domestik dan sentimen global akan menjadi penentu pergerakan pasar di 2025. Dengan kebijakan DHE yang siap berjalan penuh, serta upaya efisiensi fiskal, pemerintah menunjukkan komitmen memperkuat fundamental ekonomi.
Namun, tantangan eksternal seperti ketidakpastian kebijakan perdagangan AS dan tekanan dolar AS masih membayangi. Dalam situasi ini, sinergi antara pemerintah, pelaku pasar, dan emiten menjadi kunci untuk menjaga stabilitas pasar serta mendukung pertumbuhan ekonomi.
Efisiensi anggaran di satu sisi akan menekan belanja negara sehingga bisa mengurangi laju pertumbuhan ekonomi karena sokongan konsumsi pemerintah yang berkurang. Namun, di sisi lain, efisiensi belanja pemerintah membuat defisit anggaran terjaga sehingga investor lebih percaya diri terhadap ekonomi Indonesia.
Pengelolaan anggaran yang prudent juga membuat pemerintah bisa mengurangi penerbitan utang.
Pidato Trump dan World Economic Forum 2025
 Pertemuan Tahunan World Economic Forum 2025 digelar 20-24 Januari 2025 di Davos, Swiss, dengan tema "Kolaborasi untuk Era Cerdas."
Acara global dihadiri oleh hampir 3.000 peserta dari lebih dari 130 negara, termasuk lebih dari 50 kepala negara dan pemerintahan, serta pemimpin politik, bisnis, dan masyarakat sipil yang berpengaruh.
KTT ini berlangsung di tengah tantangan global yang signifikan, seperti konflik yang sedang berlangsung, ketidakstabilan ekonomi, dan kemajuan teknologi yang pesat. Dengan munculnya pemimpin baru dan konflik regional yang terus berlanjut, pertemuan ini menyediakan platform untuk dialog dan kolaborasi, dengan tujuan mencari solusi jangka panjang untuk masalah global yang sama.
Di antara tokoh penting yang hadir adalah Presiden AS Donald Trump, Wakil Perdana Menteri Tiongkok Ding Xuexiang, Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen, dan Presiden Argentina Javier Milei, hingga Kanselir Jerman Olaf Scholz yang semuanya aktif berpartisipasi dalam diskusi dan memberikan pidato utama. Acara ini menjadi kesempatan penting bagi para pemimpin global untuk bekerja sama dan membentuk masa depan sistem internasional.
Pidato dari petinggi dunia inilah yang ditunggu dan bisa menggerakkan pasar keuangan global, termasuk Indonesia. Trump sudah berbicara dalam forum tersebut, kemarin, melalui saluran video.
Dalam pidatonya, Trump mengungkapkan sejumlah pernyataan penting mulai dari permintaannya agar suku bunga turun, tekadnya mengakhiri perang Rusia-Ukraiina, hingga rencana perang dagang.
Dalam pidatonya, Presiden Trump melancarkan serangan pertamanya kepada bank sentral AS The Federal Reserve (The Fed). Dia mengatakan akan memberikan tekanan untuk menurunkan suku bunga.
Berbicara melalui video, Trump tidak menyebutkan Fed secara langsung tetapi dengan jelas menyatakan bahwa dia akan mendorong penurunan suku bunga.
"Saya akan menuntut agar suku bunga diturunkan segera. Dan demikian juga, suku bunga seharusnya turun di seluruh dunia. Suku bunga harus mengikuti kita di seluruh dunia." tutur Trump, dikutip dari CNBC International.
Komentar ini merupakan serangan awal kepada pejabat Fed. Trump dikenal memiliki hubungan yang tidak baik dengan Chairman The Fed Jerome Powell. Dia sering mengkritik Ketua Jerome Powell, yang diangkat oleh Trump, terkadang menyebut para pembuat kebijakan "bodoh" dan membandingkan Powell dengan pegolf yang tidak bisa memasukkan bola ke lubang.
Trump juga meminta para pemimpin bisnis global untuk memproduksi barang mereka di Amerika Serikat atau menghadapi ancaman tarif. Dia juga mengatakan bahwa pemerintahannya sedang berusaha mengakhiri perang Rusia-Ukraina, tetapi Trump memberikan sedikit rincian tentang bagaimana dia berencana untuk melakukannya.
"Pesan saya kepada setiap bisnis di dunia sangat sederhana: Datanglah dan buat produk Anda di Amerika, dan kami akan memberikan pajak yang sangat rendah dibandingkan negara mana pun di dunia," kata Trump.
"Tetapi jika Anda tidak membuat produk Anda di Amerika, yang merupakan hak prerogatif Anda, maka dengan sangat sederhana Anda akan dikenakan tarif. Jumlahnya berbeda, tetapi tetap tarif." imbuhnya.
Rapat KSSK
Hari ini, Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) akan menggelar rapat tiga bulanan sekaligus menggelar konferensi pers. Ini adalah rapat pertama KSSK usai Trump terpilih sebagai presiden AS.
Konferensi pers akan dihadiri Menteri Keuangan Sri Mulyani, Gubernur BI Perry Warjiyo, Ketua KomKetua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Mahendra Siregar, serta Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan Purbaya Yudhi Sadewa.
Menarik ditunggu untuk mendengar pernyataan stakeholder fiskal, moneter, hingga pasar keuangan menanggapi kebijakan Trump. Menarik disimak pula apa kebijakan terbaru dari pemerintah dan BI dalam waktu dekat dalam merespon perkembangan ekonomi terbaru, termasuk Devisa Hasil Ekspor
Simak Rilis Data dan Agenda Hari Ini
Berikut sejumlah agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini:
- Suku Bunga Hipotek 15 Tahun - AS
- Suku Bunga Hipotek 30 Tahun - AS
- Lelang Obligasi TIPS 10 Tahun - AS
- Indeks PMI Gabungan S&P Global (JAN) - AS
- Indeks PMI Manufaktur S&P Global (JAN)- AS
- Indeks PMI Jasa S&P Global (JAN)- AS
- Neraca Keuangan Federal (JAN/22)- ID
Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan Codepelajar.com Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.
Codepelajar.com Research
(emb/emb)