ZMedia Purwodadi

Trump Bernafsu Rebut Terusan Panama, Ini Fakta dan Sejarahnya

Daftar Isi

Daftar Isi

Jakarta, Codepelajar.com - Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump memiliki ambisi perluasan teritorial yang seringkali diutarakan. Saat dirinya dilantik Senin lalu, Trump mengulangi keinginannya untuk menguasai Terusan Panama dan mengganti nama Teluk Meksiko.

Selama pidato pelantikannya, Trump menyuarakan impiannya tentang perluasan wilayah Amerika. Saat mengutarakan rencana untuk eksplorasi ruang angkasa, ia menggunakan doktrin ekspansionis abad ke-19 tentang 'Manifest Destiny' yang menyatakan bahwa AS ditakdirkan untuk memperluas wilayah.

Terkait Terusan Panama, Trump menyebut bahwa Washington telah sangat bodoh memberikannya kepada Panama karena saat ini terusan penghubung Samudra Pasifik dan Atlantik itu dianggapnya dikuasai China. Padahal, terusan itu dibangun oleh AS antara tahun 1904 dan 1914, di bawah pengawasan Presiden Theodore Roosevelt.

"Kami telah diperlakukan dengan sangat buruk dari pemberian bodoh ini yang seharusnya tidak pernah diberikan, dan janji Panama kepada kami telah diingkari.

"Yang terutama, China mengoperasikan Terusan Panama. Dan kami tidak memberikannya kepada China. Kami memberikannya kepada Panama, dan kami akan mengambilnya kembali."

Trump memiliki sejarah yang kontroversial dengan Panama. Pada tahun 2018, Trump harus menyerahkan namanya dari Trump International Hotel and Tower di Panama setelah terjadi perselisihan dengan pemilik mayoritas hotel.

Di sisi lain, Presiden Panama Jose Raul Mulino menolak klaim yang dibuat Trump dalam pidato pelantikannya. Ia juga membantah ada negara lain yang menguasai terusan itu.

"Atas nama Republik Panama dan rakyatnya, saya harus menolak secara menyeluruh kata-kata yang digariskan oleh Presiden Donald Trump mengenai Panama dan terusannya, dalam pidato pelantikannya," katanya dalam sebuah pernyataan.

Sejarah Terusan Panama

Panama diberi hak kepemilikan terusan tersebut pada tanggal 31 Desember 1999, berdasarkan perjanjian tahun 1977 yang ditandatangani oleh mantan Presiden AS Jimmy Carter dan mantan pemimpin Panama Omar Torrijos.

Berdasarkan perjanjian tersebut, pemerintah AS melepaskan kendali terusan tersebut pada tahun 2000. Perjanjian tersebut memberikan AS kewenangan untuk memelihara dan mengoperasikan terusan tersebut.

Selain itu, kapal-kapal dari negara manapun dapat melintasi terusan tersebut. Perjanjian itu tidak memiliki klausul yang memungkinkan AS untuk mengambil alih kepemilikan terusan tersebut. Untuk tarif, biaya untuk melintasi terusan tersebut disebutkan harus "adil, wajar, setara, dan konsisten dengan hukum internasional".

"Tujuan dari kesepakatan kita dan semangat perjanjian kita telah dilanggar sepenuhnya. Kapal-kapal Amerika dikenakan biaya yang sangat mahal dan tidak diperlakukan secara adil dalam bentuk apa pun. Dan itu termasuk Angkatan Laut Amerika Serikat," kata Trump dalam pidato pelantikannya.

Pada 2023, Terusan Panama terdampak oleh kondisi kekeringan di Amerika Tengah. Lalu lintas yang melintasi jalur air tersebut telah berkurang hingga 29 persen pada tahun fiskal lalu. Antara Oktober 2023 dan September 2024, 9.944 kapal melintasi terusan tersebut, dibandingkan dengan 14.080 pada tahun sebelumnya.

Presiden Panama Mulino mengatakan bahwa naiknya biaya untuk menggunakan terusan tersebut 'tidak ditetapkan secara tiba-tiba' pada akhir Desember 2024 namun bertahap dan menimbang pada sejumlah situasi

China tidak memiliki terusan tersebut. Meskipun demikian, CK Hutchison, sebuah perusahaan yang berbasis di Hong Kong, telah mengelola dua pelabuhan terusan tersebut, yang terletak di pintu masuk Karibia dan Pasifik, sejak tahun 1997.

Terusan tersebut diperkirakan menyumbang 2,5% dari perdagangan laut global. Di sisi lain, terusan ini menampung 40% dari semua lalu lintas peti kemas AS.

Mungkinkah Trump Ambil Terusan Panama?

Sebuah artikel yang diterbitkan oleh lembaga pemikir Atlantic Council yang berkantor pusat di Washington, DC pada hari Senin mengatakan bahwa salah satu cara Trump dapat 'mengambil alih' terusan tersebut adalah dengan meningkatkan investasi AS di dalamnya.

Trump belum menentukan bagaimana ia akan mengambil alih terusan tersebut, tetapi ia tidak mengesampingkan kemungkinan penggunaan kekuatan militer atau ekonomi untuk perluasan wilayah. Ia juga telah berbicara tentang keinginannya untuk memperoleh Greenland dan Kanada sejak ia terpilih.

"Trump tidak dapat memperoleh Terusan Panama kecuali melalui kejahatan perang agresif," kata ahli hukum konstitusional dan internasional, Bruce Fein.

"Kedaulatan tanpa syarat dialihkan ke Panama oleh perjanjian yang ditandatangani pada tahun 1970-an, tanpa ketentuan untuk pengembalian ke AS. Trump belum memberikan bukti bahwa Panama mengoperasikan terusan tersebut dengan melanggar kenetralannya dan komitmen terkait," tambahnya.

Korban Tewas Pembangunan Terusan Panama

Selama pelantikannya, Trump mengatakan AS 'kehilangan 35.000 nyawa dalam pembangunan Terusan Panama'. Mereka meninggal karena wabah penyakit tropis yang ada di sekitar terusan itu.

"Kami kehilangan 35.000 orang karena nyamuk, Anda tahu, malaria. Kami kehilangan 35.000 orang saat membangun, kami kehilangan 35.000 orang karena nyamuk. Kejam. Mereka harus membangun di bawah kelambu," tuturnya.

Pada bulan September 2023, BBC melakukan pengecekan fakta atas klaim ini dengan berbicara kepada Matthew Parker, penulis Hell's Gorge: The Battle to Build the Panama Canal.

Parker mengatakan bahwa memang ada nyawa yang melayang selama pembangunan kanal tersebut akibat penyakit yang ditularkan nyamuk seperti malaria dan demam kuning. Ia menambahkan bahwa penyakit lain juga merajalela, termasuk tifus, kolera, dan demam air hitam.

Pada tahun 1880, Prancis mulai menggali kanal tersebut, dipimpin oleh Ferdinand de Lesseps, yang membangun Terusan Suez di Mesir. Upaya Prancis tersebut berlangsung selama sembilan tahun hingga mereka bangkrut.

Ketika ditanya berapa banyak orang yang tewas saat membangun kanal tersebut selama upaya Prancis, Parker berkata, "perkiraan kasarnya adalah sekitar 25.000". Ia menambahkan bahwa mereka yang tewas tidak hanya pekerja tetapi juga insinyur. Ia mengatakan ini termasuk insinyur dari Prancis dan pekerja dari Jamaika, Amerika Tengah, dan Kolombia.

Setelah Prancis membangunnya, Washington kemudian masuk dan melanjutkan konstruksinya. Parker mengatakan bahwa selama upaya AS untuk membangun kanal tersebut, "Sekitar 6.000 orang tewas, hampir semuanya berasal dari Barbados. Dari 6.000 orang tersebut, sekitar 300 orang Amerika meninggal."



(luc/luc)